Tokyo, 20191201 

Hari ini kami bangun dengan perasaan berat hati karena sadar hari ini adalah hari terakhir kami di Jepang dan sudah waktunya bersiap untuk pulang. Pagi itu kami bangun dan langsung packing barang-barang kami. Teman yang pulang harus membawa barang bawaan 2x lipat dari saat berangkat kesini mau tidak mau harus keluar membeli tas untuk memasukkan barang belanjaan titipan rekan kerjanya disana. Belum juga menyumpal tas punggungnya agar bisa muat dengan bawaan yang tidak bisa masuk dikoper serta tas barunya itu. Saya cukup dengan satu koper yang saya bawa kemarin saja masih muat, enaknya tidak menerima titipan orang ya begini.


Saya iba dengan teman saya yang akhirnya tidak bisa begitu menikmati perjalanannya ini karena sibuk mencari barang titipan rekan kerjanya. Iba karena seharusnya dia bisa menikmati Sushi di salah satu restoran di Tokyo tapi malah harus mutar kesana-kesini mencari barang yang bukan untuk dirinya sendiri. Tapi teman saya ini sabar sekali, dan tipe orang yang ga bisa nolakan, jadi ya saya ikut membantu sebisa saya saja sambil ikut mengangkat barang bawaannya yang memang tidak berat tapi jadi banyak. Selesai packing, kami lalu keluar sekalian check-out dan menitipkan barang-barang kami di resepsionis hostel yang dengan ramahnya menandai koper kami agar tidak tertukar dengan koper-koper yang lain.


Kami pagi itu langsung berjalan ke arah Stasiun Asakusa dengan mengikuti arahan maps kami. Maps menunjukkan kalau kami bisa masuk ke Stasiun yang exit-nya lebih dekat dari exit yang biasanya kami lewati. Kami ke arah sana dan mendapati kalau kami masuk ke exit Stasiun Asakusa yang diperuntukkan untuk kereta bandara. Karena zonk, kami akhirnya keluar dari Stasiun dan jalan lurus saja menuju ke Stasiun Tawaramachi. Tapi semakin lama kami jalan kok ga semakin ketemu stasiunnya, padahal kami tahu persis letaknya tidak begitu jauh dari Stasiun Asakusa tadi. Belum lagi suasana jalanan tidak se-touristy atau ramai seperti yang seharusnya. Kami lalu mengecek maps kami dan mendapati kami berjalan ke arah yang berlawanan dari Stasiun Tawaramachi, LOL.


Kami lalu putar balik dan tanpa berpikir panjang masuk ke swalayan yang kelihatan sekali isinya orang lokal disana, cek ini. Nama swalayan itu Life Asakusa Shop, kami iseng aja masuk kesana buat melihat bagaimana bentuk swalayan yang orang lokalnya pada belanja disana. Kenapa bilang orang lokal? Karena isinya itu kakek-kakek dan nenek-nenek gitu yang naik sepeda kesininya, kami simpulkan ini memang pelanggannya 95% orang lokal. Jarang sekali kami ke lokasi yang tidak ada turisnya saat di Jepang ini, jadi kami masuk saja untuk merasakan pengalaman belanja di swalayan ini.


Benar, kami ga salah ternyata, saat kami memutari area swalayan ini, selain isinya orang-orang lokal tadi, juga barang-barang yang ada disini murah-murah sekali. Yang kami heran adalah banyak makanan hangat yang tinggal beli dan harganya lebih murah dari restoran-restoran serta toko makanan di bandara yang kami beli pakai voucher delay pesawat sebelumnya, bahkan Yoshinoya saja mungkin kalah murah. Mungkin ya, karena kami belum menjajal Yoshinoya sama sekali disana. Dan lagi makananannya enak-enak sekaliiii, kami saat itu langsung mengeluh,


"Dev, kenapa kita baru tahu tempat ini di hari terakhir sih? Kalau tahu dari awal kan kita bisa hemat duit ya beli makanan disini aja." yang di angguki oleh teman tercinta saya itu.


Tapi teman juga bilang buat nerima aja, lagian emang niat kami ke Jepang saat itu buat kulineran, sekali makan per orang bisa IDR250k jadi ya sudah, sudah terlanjur. Hahaha. Kedepan mungkin kalau kami kembali lagi kami bakal nyari hostel yang dekat-dekat dengan swalayan seperti ini, selain irit makanannya juga ga kalah enak dari Tempura yang kami beli di Shinjuku sebelumnya, mana dapat lebih banyak dan porsi lebih besar lagi, pilih dan makan sepuasmuuu, gitulah. Jiwa dan nafsu makan makanan enakku tiba-tiba mencuat saking girangnya dengan ide ini.


Sayangnya saat itu kami tidak memfoto sama sekali suasana dan makanan-makanan disana, saya sedikit menyomot foto dari google maps dibawah, kalau teman-teman mau lihat sendiri silahkan liat google maps yang saya share tadi atau disini. Saat itu kami membeli Tempura lagi, hahaha, yang kentang campur sayuran dan paha ayam (drumstick) yang besarnya sudah kayak ayam turki. Beneran besar banget sampe kami terkaget-kaget, mana harganya juga murah, dan lagi, rasanya enakkk. Kami juga beli strawberry dan buah plum yang sampai Indonesia saya lepeh pas nyicipnya, ya gimana rasanya ternyata uasinnnn banget. Udah lah itu bisa buat pengganti garam saking asinnya, kaget, saya kirain rasanya manis gitu, hiks.


Foto diambil dari google maps ya.
Kami saat itu hanya memutari lantai 1 swalayan, sudah naik ke lantai 2 tapi turun lagi dan memutuskan melanjutkan perjalanan untuk ke Stasiun Tawaramachi tadi. Kami mau sekalian makan Tempura dan ayam yang kami beli buat sarapan, tapi ternyata mencari tempat atau kursi buat makan kok ya susah. Ga mungkin kami makan di halte bus juga kan, orang ga ada kursinya haha. Mau makan di stasiun subway ga bisa juga, hiks sedih. Akhirnya kami sampai di Stasiun Tawaramachi dan langsung naik kereta ke arah Akihabara saja.

Yak kami ke Akihabara tempat dimana toko game dan anime bersebaran dimana-mana. Namun keluar dari exit stasiun kok kami ga menemukan suasana itu ya, apa kami salah keluar exit? Tapi ya udah bodo amat, yang penting sampai di Akihabara lah ya. Kami lalu mencari lokasi untuk makan Tempura yang pelan-pelan mendingin dihajar angin Tokyo hari itu. Karena kami ga mau keliatan backpackernya jadi kami carilah tempat ngopi macam starbuck disana yang berakhir di Tully's Coffee. Sebenarnya kami tidak boleh membawa makanan dari luar untuk dimakan disana, tapi ya wes lah kami sembunyi-sembunyi saja, orang kami dihalaman depannya yang kursi dan mejanya berelectrik ria karena suhu yang makin turun.

Teman lalu masuk ke Tully's Coffee dan memesan minuman yakni Hot Chocolate. Kami hanya membeli satu cup saja buat dibagi berdua karena saat itu kami sebenernya cuma butuh tempat buat makan Tempura dan masing-masing sudah membawa botol minuman. Nah ternyata teman-teman, Hot Chocolatenya Tully tu enak banget! Saya tegaskan kalau ini tuh Chocolate terenak yang pernah saya minum, krimnya juga enak banget, manisnya enak, ah saya ingin mendeskripsikan rasa Chocolate ini tapi saya lupa, tapi beneran seenak itu, wajib dicoba deh kalau nemu Tully's Coffee. Beneran seenak itu sampai saya tidak berenti minum dan teman memutuskan memberikan Hot Chocolate ini buat saya saja, wkwkwk, kasihan lagi keknya dia sama saya, hahaha.

Saya pasti akan ke Tully lagi kalau mampir kesini, sayang di Indonesia belum ada.
Selesai makan Tempura dan menikmati Hot Chocolate si Tully yang nikmat ini, mata saya lalu terbuka lebih lebar lagi sampai Migraine saya tiba-tiba kambuh. Sudah enak-enak makan dan minum chocolate ditengah dinginnya tempat duduk Tully yang terik nan silau itu, tiba-tiba kawan lama datang membawa petaka. Mantap!

Kami lalu ke Don Quijote yang letaknya berseberangan dengan Tully's Coffee berada. Cukup meriah ya di DQ ini, lalu tibalah saat mata saya mulai buram pertanda migrain itu menyerang ke mata dan kepala saya. Saya lalu berusaha tenang dan mencari apotek di DQ, iya di DQ juga ada apotek dan kebetulan semua obatnya berhuruf kanji jadi saya ga paham itu obat apa. Untungnya ada apoteker atau entah siapa disana yang bisa saya mintai tolong. Pas juga saat itu lokasinya didekat kasir yang khusus Free Tax Duty. Teman saya antri bayar, saya ke apotek itu dan meminta bantuan sang ya sebut saja apoteker itu untuk mencarikan obat migrain dengan bantuan Google Translate. Lalu dikasihlah saya obat ini, Saridon, yang beneran ampuh menepis Migrain saya dalam waktu satu jam saja. Hebat.


Saat itu saya membeli satu box Saridon ini dan menitipkan ke teman saya untuk dibayar menggunakan Free Duty Free. Tapi kasirnya bilang kami tidak bisa ngeluarin barang yang sudah ter-Tax Duty Free dari plastiknya- sampai melewati meninggalkan Jepang. Dan sumpah ya, ngomongnya itu sadis dan kasar banget, bibirnya sampe mencong ke atas lancip banget kayak Soneo. Ga tau dia ngomong apaan tapi udah jelas sih ngomongnya pasti ga sopan dan ngata-ngatain kami dengan intonasi yang tenang tapi nusuk. Sampai saya kasih nilai 1 di google maps dan saya review jelek banget karena beneran se-men-jeng-kel-kan itu kasirnya.

Berbeda dengan apoteker yang ramah dan sopan serta membantu kami dengan tangan terbuka, kasir dibagian Free Tax Duty ini beneran parah lah, dan ternyata ga cuma kami yang merasa seperti itu, lihat saja review di Google Maps deh. Akhirnya saya beli satu box lagi untuk saya minum saat itu dan membayarya langsung di sang apoteker. Tapi karena tidak ada air putih, kami lalu keluar mampir ke entah Sevel entah Family Mart yang penting dapat air minum saja. Kalau tidak ada teman mungkin saya ga bakal bisa mendapatkan air minum itu. Sepanjang jalan dari DQ ke Sevel saya hanya merem dan memegang tangan teman saya, sudah seperti orang hilang penghilatan saat itu saya.

Dapat air minum, saya langsung minum obatnya dan langsung menuju stasiun untuk kembali ke hostel. Ya meskipun kami sudah check-out tapi barang kami masih disana. Sekalian kami ambil barang dan saya sekalian tiduran di area bersamanya di lobby. Si teman juga sekalian keluar mencari tas lagi untuk menaruh barang titipan yang dia beli di DQ karena 3 tasnya sudah tidak muat. Sayapun menitip ke teman untuk dibelikan gantungan kunci dan sumpit lagi di Daiso. Sementara teman keluar saya tiduran tanpa ada yang mengganggu dan akhirnya kepala saya sudah sembuh kurang lebih satu jam dari saya minum obat Saridon tadi. Wow. Paramex kalah cepet dibanding Saridon ini, love love banget untung beli 2 box, bisalah buat stock dirumah.

Tidurannya hanya kepala ditaruh di atas meja lobby kok.
Saat teman saya datang, kami lalu packing lagi dan akhirnya selesailah 1 koper, 2 tas tangan, 1 tas gendong teman yang siap kami angkut ke Indonesia. Bawaan saya tidak berubah hanya 1 koper dan 1 tas converse, tapi saya ikut membawa 1 tas tangan teman saya yang saya taruh diatas koper. Kami lalu bersiap untuk menuju ke Stasiun Asakusa dengan pertama-tama mampir ke atm dulu karena uang kami sudah habis.

Namun di ATM berkali-kali saya coba untuk ambil uang yen saya dari jenius tidak bisa-bisa, akhirnya saya tarus saya Rupiah saya ke Yen yang ending-nya lebih besar biayanya. Ternyata rekening Yen saya di Jenius tidak bisa ditarik karena kartu saya masih connect ke rekening IDR saya alias belum saya ubah. Selesai di ATM, kami lantas bergegas ke Stasiun, namun diperjalanan kami berpapasan dengan pasangan yang menjengkelkan. Benar kan, tidak semua orang Indonesia itu baik dan ramah, begitu juga orang Jepang. Ini pasangan (saya hanya fokus ke cowoknya) jalannya lelet banget, ga sengaja kesenggol koper saya lalu dia ngelirik saya tajem banget sambil ngomong pelan tapi keliatan sekali omongan kasar dan nylekit. Tatapan matanya itu saya ga akan bisa lupa, ini cuma kesenggol ga sampai yang kenapa-napa, cuma kayak kesentuh doang, reaksinya lebay amat.

Saat barengan lagi sama teman, teman juga kena reaksi serupa sama orang yang sama ini. Jadi posisi kami itu dijalanan untuk pejalan kaki, kami lagi buru-buru ngejar kereta, dan mereka jalan ditengah dan pelan banget. Kami sudah bilang permisi, lewat di sebelahnya mendahului, kami bahkan minta maaf saat tidak sengaja menyengol dia itu, tapi reaksinya sungguh diluar dugaan. Sampai saking kesalnya kami kata-katain berdua mereka, ya posisi kami sudah jauh ya itu, sambil antri masuk lift. 

"Dev, itu cowok nyebelin banget sih, orang kita ga sengaja nyenggol juga cuma nyrempet dikit banget, reaksinya lebay amat,"

"Iya Mi, gue tadi juga digituin sama dia, ngeselin banget,"

"Udah jelek, attitude ga ada, dih amit-amit," ya maap akhirnya kelepasan kan.

Kami sampai di exit stasiun yang memang ada lift-nya, sengaja nyari karena bawaan kami sangat banyak disini. Kami pikir masuk kedalam sudah bakal ketemu kan ke kereta bandara yang akan kami tumpangi, tapi ternyata sampai bawah, itu stasiun yang salah saudara-saudara. Inget saya pernah cerita diawal kalau Asakusa Stasiun ini ada dua jenis (yang ternyata malah 3) kami ini masuk di stasiun yang ditengah-tengah, jauh dari stasiun buat kereta bandara yang berbeda dari yang kami masuk diatas sebelum nyasar ke swalayan tadi. Beda. Pusing kan.

Saya syok kok bisa-bisanya kami lupa kalau ada beberapa stasiun dengan nama yang sama tapi jalurnya beda-beda. Tapi beneran kami sudah ikuti itu arah maps, dan mapsnya ngarahin kesini, tapi kok?

Lihat nomor berwarna merah, kami masuk di nomor 1 padahal seharusnya ke Stasiun Asakusa yang no 2, no 3 stasiun yang salah kami masuki tadi pagi.

Nah setelah bertanya ke petugas di stasiun dan ternyata ketahuan kalau kami salah masuk, kami lalu diajak kembali ke arah lift yang tadi kami masuki, tapi, antriannya mengular sampai mungkin bisa 4x-an untuk naik turun. Pun tidak ada lift maupun eskalator lainnya yang bisa kami naiki, jalan satu-satunya adalah kami harus naik tangga yang tinggi menjulang!

Kami tidak ada pilihan saat itu, selain jadwal kereta yang makin mendekat, arah ke stasiun 2 ini juga ga dekat lho. Akhirnya kami dibantu petugas untuk membawa koper kami ke atas, tapi ya petugas ini ibu-ibu ya, beliau membantu membawakan tas tangan yang dibeli teman hari ini. Koper masih kami yang angkat karena kasian lah sama si ibu kalau bantuin angkat koper yang berat ini. Jadi level tanggal ini ada 3 level ya, Saya sudah mengangkat koper saya sampai level 1, tapi teman saya masih di level dasar dan tidak sanggup untuk mengangkatnya. Saya lalu turun dan mengangkat koper itu ke level 2, ganti-gantian ke atas begitu sampai tibalah di level 3 yakni dipermukaan tanah. Abis itu kami lari-larian ke arah stasiun 2, sudah mendekati stasiun 2 ni, tinggal nyebrang saja, tiba-tiba teman menyerah dan bilang:

"Mi, kita naik taxi aja yuk!"

"Hah? Yakin? Lift stasiun 2 udah tinggal nyebrang lho?"

"Iya mi yakin, kita naik taxi aja ntar aku yang bayarin." 

Saya syok campur takjub,

"Dev, ini ga murah lho naik taxi, beneran?"

"Iya mi beneran, udah kita naik taxi aja,"

Lalu berhentilah kami dan menyetop taxi kuning yang percaya ga percaya mau kami naiki.

Barang-barang lalu dinaikkan ke bagasi oleh sang sopir, saat mau membuka pintu kami di stop oleh si sopir, dan tiba-tiba dibukalah sama beliau dari dalam si pintu ini. Mungkin itu cara mereka menekan argonya ya, dengan cara membuka kunci pintu dari tombol didalam sana.

Didalam Taxi.
Ada pembatas antara penumpang dan sopir ya.
Disepanjang jalan saya meyakinkan teman beneran mau dibayar berdua saja apa ga, dan dia kekeuh mau bayar sendiri. Alhamdulillah batin saya, (maap ya dev wkwk), mahal bok itu naik taxi dari Tokyo ke Narita, hiks. Disepanjang jalan saya abadikan momen didalam taxi ini karena beneranlah kami ga mungkin naik taxi semahal ini lagi kedepan hahaha, cukup sekali itu saja, pengalaman banget. Saya sama teman juga ketawa-tawa saja didalam taxi, selain menertawakan kebodohan kami hari itu kami juga merasa bodoh banget memutuskan naik taxi saat sudah berdarah-darah mengangkat koper dari stasiun bawah tanah ke permukaan. Kenapa ga sekalian aja kami naik taxi dari hostel kan, KEZAL.

Di sepanjang perjalanan ke Narita ini, pemandangan tidak begitu terlihat jelas karena sama dengan di Korea, di Jepang ini jalan tolnya ditutupin kanan kirinya. Kan ya gimana gitu, masak disuruh liat aspal aja kan bosan. Sampai akhirnya satu jam kemudian tibalah kami di Terminal 2 bandara Narita dengan perasaan bangga karena berhasil naik taxi di Jepang dengan akhir dompet kering kelontang karena menghabiskan IDR 2,3 Juta saudara-saudara. Wkwkwk, ketawa ga tuh? Ketawa menangis maksudnya.

Tiba di Terminal 2 Narita dengan barang seabrek dan dompet yang kering kerontang.
Pak Sopir sampai berterimakasih berkali-kali ke kami sambil tersenyum lebar karena berhasil memperoleh pemasukan yang bisa mengantarkannya pulang ke rumah hari itu. 

"Alhamdulillah target hari ini sudah kena, bisa ngopi cantik dirumah ini," batinnya. Maaf saya mendramatisir.

Kami lalu bergegas untuk check-in di counter Japan Airlines. Nah drama lagi saat masuk ke sortiran imigrasi, minuman Coca-cola yang kami beli di Kyoto berakhir tragis disini karena teman lupa menaruhnya dibagasi pesawat. Wkwkwk.

Sebenernya kami dikasih pilihan untuk menghabiskan minuman itu disana lewat pengawasan petugas atau memilih dibuang saja. Ya kali 3 botol coca-cola kami minum langsung saat itu, ya sudah lah kami putuskan untuk dibuang saja, OMIGAT. Ada satu minuman saya yang saya minum dan habiskan saat itu, dengan pengawasan petugas tentunya (saya diliatin, petugas berdiri didepan saya). Saya habiskan beneran minuman saya itu karena ya eman-eman banget kalau dibuang, dan lagi tenggorokan ini kering kena efek dari dompetnya teman yang kering abis bayar taxi, LOL. Dan ga hanya kami kok, orang lain juga sama kasusnya kayak kami berdua disana.

Selesai di imigrasi ini kami langsung ke Free Tax Duty Shop yang manaaaa membuat mata kami jelalatan dan berhasil menguras uang yang baru saya tarik dari ATM yang gagal saya jadikan sebagai alat bayar kereta untuk ke bandara di Tokyo tadi wkwkw. Dan ternyata semua jenis oleh-oleh terkenal di Jepang ada disana dan lebih murah dibanding kalau beli di TOKO. Ya elah ngapain kemarin pusing-pusing muter-muter Stasiun Kyoto kalau akhirnya ketemu mereka semua disini dengan harga tanpa pajak dan tanpa minimal, asem.

Sumpahlah, kalau mau beli oleh-oleh kayak cookies, kitkat, cokelat ala-ala jepang gitu mending tunggu saat kalian sampai di Bandara aja, di Free Tax Duty Shop semua adaaaaa, murah, ga ada minimal bayar, dan ga pakai pajak! Kemana aja kamu Umiiii. 

Selesai menghabiskan uang disini kami langsung ke area boarding yang hanya tinggal turun dari tempat kami belanja itu. Lalu terlihatlah antrian pesawat JAL yang tau sendiri kebiasaan orang +62 yang ga mau antri bagaimana yang pada berdesak-desakan dan tidak rapi disana. 

"Ini bener di Jepang kan Dev?" kata saya ke teman, karena syok melihat kelakuan kaum +62 yang membuat saya menutup muka karena malu.

Heran saya, sudah pada jauh-jauh ke Jepang, tapi kok untuk antri dengan rapi saja ga pada bisa. Ga mungkin ketinggalan pesawat juga lho, orang sudah pada di area boarding itu. Malu atuh, please.

Kami lalu boarding ke pesawat, saat sudah di kursi, saya melihat ada pria (foreigner) yang melihat ke arah kursi sebelah saya terus. Dalam hati saya berdoa agar orang ini beneran duduk disamping saya dan benar dong mas-mas dari US yang masih muda dan lumayan cakep ini duduk di sebelah saya huhuhu. Doa saya selama bertahun-tahun biar bisa duduk sebelahan sama pria tampan nan rupawan akhirnya diijabah sama Allah, cuma sayang saya baru mengajak dia mengobrol saat sudah mendekati Indonesia wkwkw. Pertama dia duluan yang mengajak bicara, terus lama-lama saya keluarkan semua jurus yang saya punya sampai dapetlah nomor hpnya, LOL.

Kami sudah sempat berpisah saat keluar pesawat, tapi bertemu lagi saat mau ke imigrasi, sudah pisah lagi, bertemu lagi di tempat pengambilan bagasi, sudah pisah lagi, eh ketemu lagi ditempat pembelian sim card. Wow, apakah itu yang namanya takdir? Tentu tidak, buktinya kami sudah tidak saling chattingan lagi sekarang hahaha.

Saya sudah berpisah dengan teman karena memang rumah teman saya di Tangerang yang tinggal loncat dari bandara aja sudah sampai di rumahnya. Saya masih harus menunggu Bus ke Purwakarta yang jadwal pertamanya di rencanakan pada pukul 4 pagi nanti. Saya lalu mencari lokasi yang sepi dan nyaman untuk tidur yang kebetulan saya temukan di sekitar area bus (masuk ke bandaranya sih):


Tapi sampai pukul 4 pagi bus tak kunjung tiba juga dan pada pukul 5 barulah ada satu bus yang tiba. Saya langsung naik ke bus dan tidur sampai tiba di Purwakarta pada pukul 7 pagi. Tidak berapa lama, saya lalu berangkat ke kantor dan bekerja seperti biasanya dengan muka badan yang lelah tapi sudah amat terbiasa dengan jam senin seperti ini. Karena saya sudah berkomitmen untuk bekerja, jadi meskipun saya baru pulang dari liburan saya tetap akan masuk bekerja. Yah liburan memang sudah usai, tapi pekerjaan akan lanjut terus kan. Dan yes, I'm finally home again.


umiatikah

No comments:

Post a Comment